Minggu, 08 Agustus 2010

Lactose Intolerance

Lactose intolerance adalah ketidakmampuan tubuh untuk mencerna dan menyerap laktosa (gula yang terdapat dalam susu dan produk susu) karena berkurangnya atau tidak adanya enzim laktase. Lactose intolerance berbeda dengan lactase deficiency. Orang dengan lactase deficiency memiliki jumlah enzim laktase yang lebih sedikit dibandingkan dengan orang normal, tetapi tetap dapat mengonsumsi susu dan produk susu tanpa menunjukkan gejala, sedangkan lactose intolerance akan menimbulkan gejala jika mengonsumsi susu dan produknya.

Laktosa adalah disakarida, yaitu gula yang terdiri dari 2 molekul gula yang lebih sederhana, yaitu β-D-glukosa dan β-D-galaktosa. Agar laktosa dapat diserap dari usus, laktosa harus dipecah menjadi glukosa dan galaktosa. Gula sederhana tersebut kemudian diserap oleh lapisan sel usus. Enzim yang bertugas memecah laktosa adalah enzim laktase, enzim yang diproduksi oleh sel-sel di permukaan usus halus.

Orang kadang menyamakan lactose intolerance dengan alergi susu. Alergi susu ialah reaksi sistem imun tubuh terhadap satu atau lebih protein susu dan dapat membahayakan nyawa saat sejumlah kecil susu atau produk susu dikonsumsi. Alergi susu kebanyakan muncul di tahun pertama sejak lahir, sedangkan lactose intolerance lebih sering timbul pada orang dewasa.

Diperkirakan 74% orang dewasa di dunia menunjukkan penurunan aktivitas enzim laktase selama masa dewasanya. Frekuensi penurunan aktivitas laktase berkisar dari 5% di Eropa utara, 71% di Sisilia, hingga lebih dari 90% di beberapa negara Afrika dan Asia.

Penyebab lactose intolerance


Lactose intolerance digolongkan menjadi 3 berdasarkan penyebabnya:

1. Primary lactose intolerance

Disebabkan karena penurunan jumlah produksi laktase yang terjadi setelah masa anak-anak sehingga disebut juga hipolaktasia tipe dewasa. Normalnya, tubuh memproduksi laktase dalam jumlah banyak saat lahir dan selama masa kanak-kanak dimana susu merupakan sumber nutrisi utama, kemudian produksinya menurun sejalan dengan mulai bervariasinya asupan makanan dan berkurangnya konsumsi susu. Pada manusia, dalam populasi yang jarang mengonsumsi susu, produksi laktase biasanya menurun sekitar 90% selama 4 tahun pertama. Prevalensi primary lactose intolerance berbeda-beda antar etnik:

* Asia hampir 100%

* Amerika Indian 80%

* Kulit hitam 70%

* Amerika kaukasia 20%

Selain variabilitas antar etnik, terdapat variabilitas usia dimana gejala timbul:

* Asia: usia 5 tahun

* Kulit hitam dan Meksiko-Amerika: usia 10 tahun

* Finlandia: usia 20 tahun

2. Secondary lactose intolerance

Tipe sekunder disebabkan oleh penyakit, operasi, luka, atau kemoterapi yang merusak lapisan sel usus. Penyakit intestinal yang dapat merusak usus antara lain penyakit celiac sprue, penyakit Crohn’s, termasuk penyakit yang disebabkan oleh parasit seperti Giardia lamblia. Tipe sekunder ini dapat terjadi sementara (temporer) atau permanen tergantung dari sejauh mana kerusakan yang dialami usus. Penyebab paling umum secondary lactose intolerance temporer ialah gastroenteritis, terutama yang disebabkan oleh rotavirus. Tipe ini juga dapat terjadi karena kelebihan laktosa pada bayi. Jenis lactose intolerance ini dapat dialami segala usia, namun lebih sering dialami oleh bayi.

3. Congenital lactose intolerance (CLI)

Congenital lactose intolerance disebabkan karena adanya mutasi terhadap gen yang memproduksi enzim laktase. Bayi dengan congenital lactose intolerance tidak bisa mencerna ASI sejak lahir dan hanya bisa diberi susu formula yang bebas laktosa. Populasi tertentu memiliki mutasi pada kromosom 2 yang mengeliminasi terhentinya produksi laktase, sehingga populasi ini dapat mengonsumsi susu segar dan produk susu lainnya tanpa kesulitan. Persistensi laktase, yang memungkinkan laktosa tetap dapat dicerna saat dewasa, merupakan alel dominan dan lactose intolerance ialah sifat genetik resesif.



Gejala lactose intolerance

Lactose intolerance tidak mudah didiagnosa hanya dengan melihat tanda dan gejalanya karena berbagai kondisi lain, termasuk flu perut dan irritable bowel syndrome, menunjukkan gejala yang sama. Pada anak-anak, diare dengan gejala tertentu merupakan tanda alergi protein susu. Secara umum gejala lactose intolerance yaitu: nyeri perut, kram, diare, kentut, kembung, dan mual. Gejala-gejala tersebut timbul 30 menit hingga 2 jam setelah mengonsumsi susu atau produk susu.

Gejala-gejala tersebut terjadi karena laktosa yang tidak diabsorpsi melewati usus dan menuju kolon. Dalam kolon, satu tipe bakteri secara normal mengandung laktase dan mampu memecah laktosa serta menggunakan glukosa dan galaktosa yang dihasilkan untuk kebutuhannya. Namun, saat bakteri tersebut menggunakan glukosa dan galaktosa, bakteri juga melepaskan gas hidrogen. Sejumlah kecil gas diserap dari kolon dan masuk ke sirkulasi kemudian dikeluarkan oleh paru bersama napas. Sebagian besar gas digunakan oleh bakteri lain di kolon. Sedikit hidrogen dikeluarkan dalam bentuk kentut. Beberapa orang memiliki tipe bakteri tambahan dalam kolon yang mengubah hidrogen menjadi metan, sehingga napas dan kentutnya hanya mengandung metan atau metan dan hidrogen.

Tidak semua laktosa yang mencapai kolon dipecah dan digunakan oleh bakteri kolon. Laktosa yang tidak dipecah dalam kolon menarik air karena naiknya tekanan osmotik dan menyebabkan diare.

Tingkat keparahan gejala bervariasi antar individu. Variasi ini disebabkan:

* Perbedaan jumlah laktosa yang dikonsumsi, makin banyak laktosa dalam makanan, makin parah gejalanya

* Etnik

* Usia

* Kecepatan mencerna makanan

Diagnosa lactose intolerance dan lactase deficiency

Walaupun ada beberapa cara untuk mendiagnosa lactose intolerance, sebagian besar orang yang menganggap dirinya lactose intolerant tidak pernah memeriksakan dirinya secara formal. Hal ini disayangkan karena 20% orang yang berpikir dirinya lactose intolerant ternyata bukan lactose intolerant. Sedangkan 20% orang yang berpikir mereka tidak intolerant pada kenyataannya intolerant.

Diet eliminasi

Cara yang paling banyak dilakukan orang untuk mendiagnosa sendiri lactose intolerance yaitu dengan diet eliminasi, diet yang menghilangkan susu dan produk susu. Terdapat beberapa masalah pada cara ini:

1. Produk susu sangat banyak terdapat dalam makanan yang dijual di supermarket atau restoran sehingga diet eliminasi tidak benar-benar bisa menghilangkan semua produk yang mengandung susu.

2. Orang cenderung membuat asumsi bahwa mereka lactose intolerant berdasarkan percobaan eliminasi jangka pendek. Percobaan jangka pendek mungkin memadai jika gejalanya parah dan terjadi setiap hari, tetapi tidak memadai jika gejalanya ringan dan/atau bervariasi. Apabila gejalanya ringan dan/atau bervariasi diet eliminasi perlu dilakukan beberapa minggu.

3. Karena gejala lactose intolerance subjektif dan variabel, selalu ada kemungkinan “efek plasebo”.

Jika diet eliminasi akan digunakan untuk diagnosa lactose intolerance, maka diet harus ketat. Diet ketat membutuhkan konseling dari dietician serta membaca panduan diet eliminasi laktosa. Program diet juga perlu dilanjutkan cukup lama untuk mengevaluasi secara jelas apakah gejala benar-benar menjadi lebih baik atau tidak. Jika terdapat keraguan tentang perkembangan diet, terutama jika gejala berfluktuasi secara intensif selama beberapa minggu atau beberapa bulan, periode eliminasi berulang harus dicoba sampai dapat ditarik kesimpulan yang tepat. Eliminasi terhadap semua produk susu harus menghilangkan semua gejala secara keseluruhan bila lactose intolerance merupakan satu-satunya penyebab gejala.

Milk challenge

Milk challenge adalah cara diagnosa yang lebih sederhana dibandingkan diet eliminasi. Cara ini dilakukan dengan berpuasa semalam kemudian minum segelas susu pada pagi harinya dan tidak boleh makan atau minum selama 3-5 jam berikutnya. Apabila seseorang lactose intolerant, maka akan timbul gejala dalam beberapa jam. Susu yang digunakan harus susu non-fat untuk menghindari kemungkinan timbulnya gejala yang disebabkan oleh lemak susu. Apabila dikhawatirkan terjadi alergi susu, laktosa murni digunakan sebagai pengganti susu, tetapi biasanya hal ini tidak membingungkan karena alergi susu jarang terjadi dan umumnya terjadi pada bayi serta anak kecil.

Hal yang perlu diperhatikan tentang milk challenge adalah jumlah susu yang dikonsumsi.

* Jika seseorang terbiasa meminum susu atau produk yang mengandung susu dalam jumlah banyak, maka susu yang digunakan untuk milk challenge harus lebih banyak, 8-16 ons untuk orang dewasa ekuivalen dengan 1 atau 2 gelas susu.

* Jika seseorang tidak terbiasa meminum susu atau produk susu dalam jumlah banyak, maka milk challenge dengan jumlah susu yang lebih banyak dapat menimbulkan gejala, tetapi jumlah yang dikonsumsi dalam diet normalnya tidak cukup untuk menimbulkan gejala. Secara teknis, lactose intolerance terjadi saat asupan susu atau produk susu lebih banyak, namun laktosa dalam diet normal mereka tidak bertanggungjawab terhadap gejala yang dialami.



Uji laboratorium

Terdapat 4 uji yang dapat digunakan untuk mengukur metabolisme laktosa:

1. Lactose tolerance test

Untuk mendapatkan hasil yang akurat, sebelum melakukan tes ini perut harus kosong. Tes ini dilakukan dengan meminum cairan yang mengandung laktosa kadar tinggi. Sampel darah kemudian diambil selama jangka waktu 2 jam untuk mengukur kadar glukosa darah. Bila kadar glukosa darah tidak mengalami peningkatan, berarti laktosa tidak dicerna dan diserap dengan baik.

2. Hydrogen breath test

Tes ini juga mengharuskan meminum cairan dengan laktosa kadar tinggi (50 g) setelah puasa semalam, kemudian jumlah hidrogen dalam napas diukur dalam interval tertentu dengan clinical gas chromatograph atau compact solid state detector. Tes ini memakan waktu 2-3 jam. Normalnya, hanya sedikit hidrogen yang terdeteksi. Jumlah hidrogen yang banyak mengindikasikan bahwa laktosa tidak dicerna dan diserap dengan baik. Rokok serta beberapa jenis makanan dan obat tertentu dapat mempengaruhi akurasi tes, sehingga perlu dikonfirmasi dulu dengan dokter. Selain itu, kondisi malabsorpsi fruktosa juga menunjukkan gejala yang sama sehingga perlu diperhatikan juga.

3. Stool acidity test

Tes ini dikhususkan untuk bayi dan anak-anak karena jumlah laktosa yang dibutuhkan untuk lactose tolerance test dan hydrogen breath test dapat membahayakan bagi bayi dan anak-anak. Stool acidity test mengukur jumlah asam dalam stool. Laktosa yang tidak dicerna dan diserap terfermentasi dalam kolon dan menghasilkan asam laktat serta asam lemak lain yang bisa dideteksi dalam sampel stool. Karena lactose intolerance tidak umum untuk bayi di bawah 2 tahun, dokter harus berhati-hati dalam menentukan penyebab sakitnya.

4. Intestinal biopsy

Biopsi usus halus dapat mengkonfirmasi lactose intolerance setelah ditemukan peningkatan hidrogen pada hydrogen breath test. Tetapi karena sifatnya yang invasif serta membutuhkan laboratorium yang sangat terfasilitasi untuk mengukur enzim lactase atau mRNA dalam jaringan biopsi, pendekatan ini digunakan hampir ekslusif dalam penelitian klinis.

Mengatasi lactose intolerance

Lactose intolerance tidak mengancam kesehatan seseorang lebih jauh, sehingga yang diperlukan untuk mengatasi kondisi ini ialah meminimalisasi timbulnya dan beratnya gejala. Berdanier dan Hargrove mengemukakan 4 prinsip umum:

1. menghindari dietary lactose

2. substitusi untuk menjaga asupan nutrisi

3. pengaturan asupan kalsium

4. penggunaan enzim pengganti

Produksi laktase dalam tubuh tidak dapat ditingkatkan, tetapi gejala lactose intolerance dapat dikontrol dengan memodifikasi diet dan menggunakan produk khusus untuk orang dengan lactose intolerance. Banyak orang dapat menikmati produk susu tanpa gejala, bahkan dengan memasukkan susu ke dalam menu secara perlahan-lahan dapat meningkatkan toleransi.

Minum susu secara teratur sangat bermanfaat, karena produk susu mengandung nutrisi esensial seperti kalsium, vitamin A dan D, riboflavin, dan fosfor. Tidak minum susu sama sekali akan mengurangi jumlah kalsium yang dibutuhkan untuk kesehatan tulang dan gigi. Berikut ini beberapa tips diet untuk meminimalkan gejala lactose intolerance tanpa mengurangi asupan kalsium:

* Minum susu lebih sering dengan porsi kecil

Minum seporsi kecil susu yaitu sekitar 2-4 ons (59-118 ml). Makin kecil porsinya, makin kecil kemungkinan munculnya gejala.

* Minum susu di waktu makan

Minum susu dengan makanan lain, dibandingkan dengan hanya meminum susu. Cara ini akan memperlambat proses pencernaan sehingga mengurangi kemungkinan timbulnya lactose intolerance.

* Mencoba berbagai produk susu

Tidak semua produk susu mengandung jumlah laktosa yang sama. Sebagai contoh, hard cheese seperti Swiss atau cheddar mengandung sedikit laktosa dan biasanya tidak menyebabkan gejala. Produk cultured milk seperti yogurt juga dapat ditoleransi karena bakteri yang digunakan dalam proses kultur secara alami menghasilkan enzim yang memecah laktosa. Namun, beberapa yogurt diberi tambahan susu setelah proses fermentasi.

* Membeli produk lactose-reduced atau lactose-free

Produk-produk ini dapat ditemukan di supermarket. Walaupun mungkin harganya lebih mahal, tetapi produk-produk tersebut mengandung semua nutrisi seperti yang ditemukan dalam produk lain.

* Berhati-hati terhadap hidden lactose

Walaupun susu dan makanan yang terbuat dari susu merupakan satu-satunya sumber laktosa alami, gula ini sering ditambahkan dalam makanan instan seperti sereal, sup instan, salad dressing, coklat susu, dan baking mixes. Sebelum membeli bahan-bahan tersebut perhatikan label di kemasannya apakah mengandung susu dan laktosa. Perhatikan juga istilah-istilah lain yang mengindikasikan laktosa seperti whey, curd, milk by product, fat-free dry milk powder, malted milk, buttermilk, lactoserum, modified milk ingredient dan dry milk solid. Laktosa juga bisa ada dalam resep dokter dan obat-obat over-the-counter seperti obat maag. Banyak obat mengandung laktosa tetapi hanya dalam jumlah kecil sehingga hanya mempengaruhi lactose intolerant yang parah.

* Mencari sumber kalsium lain

Jika tidak dapat mentoleransi produk susu dalam jumlah banyak, kalsium bisa diperoleh dari brokoli, sayuran hijau, salmon kaleng, almond, jeruk, beberapa jenis tofu dan susu kedelai, serta roti dan jus calcium-fortified.



Suplemen
Asupan suplemen dapat digunakan untuk mengatasi lactose intolerance:

* Tablet enzim lactase

Tablet ini mengandung enzim yang memecah laktosa sehingga mengurangi jumlah laktosa yang harus dimetabolisme tubuh. Tablet ini diminum sebelum makan atau snack.

* Suplemen kalsium

Suplemen kalsium menutupi kekurangan kalsium yang tidak bisa diperoleh dari susu dan produknya.

* Probiotik

Probiotik merupakan organisme hidup yang terdapat dalam usus halus yang membantu mempertahankan sistem pencernaan yang sehat. Probiotik juga tersedia sebagai kultur aktif atau “hidup” dalam yogurt dan sebagai suplemen dalam bentuk kapsul. Produk tersebut digunakan untuk sakit pada saluran pencernaan seperti diare dan irritable bowel syndrome, namun dapat juga membantu tubuh untuk mencerna laktosa.

Bila memiliki kelainan lactose intolerance, selalu sediakan obat antidiare seperti loperamide (Imodium A-D) yang membantu mengurangi gejala.

Enzim laktase yang sama dengan yang diproduksi di usus halus manusia diproduksi secara industri oleh fungi dari genus Aspergillus. Enzimnya, yaitu β-galactosidase, tersedia dalam bentuk tablet dalam berbagai dosis tanpa resep di banyak negara. Obat ini berfungsi dengan baik hanya dalam lingkungan asam tinggi, seperti dalam usus karena adanya penambahan asam lambung. Tetapi, asam yang terlalu banyak dapat merusak obat ini, sehingga tidak boleh diminum saat perut kosong. Selain itu, enzim ini tidak aktif jika tidak mencapai usus halus bersamaan dengan makanan. Individu yang sensitif terhadap laktosa dapat mencoba-coba waktu dan dosis yang tepat agar sesuai dengan kebutuhan mereka. Tetapi suplemen seperti ini mungkin tidak bisa menyediakan jumlah laktase yang dibutuhkan untuk mencerna laktosa secara akurat, sehingga akan menimbulkan gejala.

Produk lactose-reduced atau lactose-free diproduksi secara industri dengan berbagai cara berbeda. Enzim yang digunakan dihasilkan dari genus Kluyveromyces. Enzim ini membutuhkan waktu lebih lama untuk bekerja, harus tercampur sempurna dengan produk, serta bisa hancur dalam lingkungan yang sedikit asam. Oleh karena itu enzim kurang populer dibandingkan dengan tablet yang diproduksi dengan Aspergillus.



Faktor risiko

Orang dengan faktor risiko di bawah ini akan rentan terhadap lactose intolerance:

* Usia

Lactose intolerance biasanya dimulai setelah usia 5 tahun. Bayi dengan diare kronis sebelum usia 1 tahun biasanya bukan disebabkan oleh lactose intolerance.

* Etnis

Lactose intolerance lebih sering terjadi pada populasi etnis dan ras tertentu yaitu kulit hitam, Asia, Hispanic, dan American Indian. Orang China dan Jepang biasanya kehilangan antara 20-30% kemampuan mereka untuk mencerna laktosa dalam 3 hingga 4 tahun masa penyapihan. Beberapa penelitian menemukan bahwa kebanyakan orang Jepang bisa mengonsumsi 200 ml susu tanpa gejala berat (Swagerty et al., 2002). Yahudi Ashkenazi dapat menjaga 20-30% kemampuan mereka mencerna laktosa selama bertahun-tahun. Pada 10% populasi Eropa Utara yang mengalami lactose intolerance, perkembangan lactose intolerance terjadi perlahan selama 20 tahun.

* Kelahiran prematur

Bayi yang lahir prematur (28-32 minggu) memiliki lactase yang lebih sedikit, karena produksi enzim ini mulai meningkat pada trimester ketiga.




Asupan Kalsium

Susu dan produk susu merupakan sumber utama kalsium dan nutrisi lain. Kalsium penting untuk pertumbuhan dan perbaikan tulang di segala usia. Jumlah kalsium yang dibutuhkan seseorang untuk mempertahankan kesehatan berbeda-beda sesuai usianya, kecuali untuk wanita hamil dan menyusui yang membutuhkan 1000-1300 mg kalsium/hari.

Memperoleh kalsium dengan jumlah yang cukup penting bagi orang dengan lactose intolerance saat asupan susu dan produk susu terbatas. Banyak makanan yang bisa menyediakan kalsium dan nutrisi lain yang dibutuhkan. Produk non-susu yang tinggi kalsium meliputi ikan dengan tulang lunak seperti salmon dan sayuran berwarna hijau tua seperti bayam.



Kandungan kalsium dalam makanan

Yogurt yang dibuat dengan kultur bakteri aktif dan hidup merupakan sumber kalsium yang baik bagi orang dengan lactose intolerance. Saat yogurt jenis ini memasuki usus halus, kultur bakteri mengubah laktosa menjadi asam laktat, sedangkan yogurt beku tidak mengandung kultur bakteri sehingga mungkin tidak dapat ditoleransi.

Kalsium diserap dan digunakan dalam tubuh hanya jika terdapat cukup vitamin D. Beberapa orang lactose intolerant tidak bisa memperoleh vitamin D yang cukup. Vitamin D didapat dari sumber makanan seperti telur, hati, dan susu serta yogurt dengan vitamin D-fortified. Paparan teratur terhadap sinar matahari juga membantu tubuh menyerap vitamin D secara alami.


Produk-produk yang mengandung laktosa

Susu dan produk susu sering ditambahkan pada makanan olahan, makanan yang telah diproses agar lebih tahan lama. Orang lactose intolerant harus berhati-hati terhadap produk-produk makanan yang mengandung laktosa walaupun dalam jumlah kecil, seperti:

- roti dan makanan panggang lainnya

- waffle, pancake, biskuit, cookie

- sarapan olahan seperti donat, waffle dan pancake beku, kue kering, dan rol manis

- sarapan sereal olahan

- kentang instan, sup, dan minuman sarapan

- potato chip, corn chip, dan snack olahan lainnya

- daging olahan, seperti bacon, sosis, hot dog

- margarin

- salad dressing

- pengganti makanan berbasis susu bentuk bubuk dan cair

- permen

- non-dairy coffee creamer bentuk bubuk dan cair

- non-dairy whipped topping


Laktosa terdapat dalam 2 kategori makanan: produk susu konvensional, dan sebagai bahan aditif dalam makanan (pada produk dairy maupun non-dairy)

Produk dairy

Laktosa merupakan molekul larut air. Oleh karena itu persentase lemak dan proses curdling (pengentalan menjadi dadih) berdampak pada makanan apa yang bisa ditoleransi. Setelah proses curdling, laktosa ditemukan dalam fase air (bersama dengan whey dan kasein) tetapi tidak ada dalam fase lemak. Produk susu yang “fat reduced” atau “fat free” biasanya mempunyai persentase laktosa sedikit lebih tinggi. Selain itu, makanan dairy low fat juga sering memiliki berbagai derivatif susu seperti milk solid yang ditambahkan untuk menjaga rasa manis, meningkatkan kandungan laktosa.

Susu

Susu manusia mempunyai persentase laktosa tertinggi yaitu sekitar 9%. Susu sapi yang tidak diproses mengandung 4,7% laktosa. Susu yang tidak diproses dari ternak lain mengandung laktosa dengan jumlah yang hampir sama (susu kambing 4,1%, kerbau 4,86%, yak 4,93%, domba 4,6%).

Mentega

Proses pembuatan mentega memisahkan sebagian besar komponen air dari komponen lemak. Laktosa, yang termasuk molekul larut air, akan tetap ada dalam jumlah kecil kecuali jika difermentasi untuk menghasilkan cultured butter.

Yogurt dan kefir

Orang bisa lebih toleran terhadap yogurt yang dibuat secara tradisional dibandingkan susu, karena mengandung enzim laktase yang dihasilkan oleh kultur bakteri yang digunakan untuk membuat yogurt. Tetapi banyak merk komersial mengandung milk solid, meningkatkan kandungan laktosa.

Keju

Keju keras yang dibuat secara tradisional (seperti keju Swiss) dan keju soft ripened menimbulkan reaksi yang kurang dibandingkan sejumlah susu karena proses yang dialami. Fermentasi dan kandungan lemak tinggi menyebabkan jumlah laktosa yang lebih sedikit. Cheddar Swiss tradisional bisa mengandung 10% laktosa yang ditemukan dalam susu. Selain itu, metode pematangan keju tradisional (sekitar 2 tahun) mengurangi laktosanya. Merk keju komersial, umumnya diproduksi dengan proses modern yang tidak memiliki sifat mengurangi laktosa yang sama, dan karena tidak ada peraturan (regulation mandate) tentang “umur” keju, deskripsi ini tidak menyediakan indikasi apakah proses yang digunakan mengurangi laktosa secara signifikan.

Sour cream dan ice cream

Seperti yogurt, jika dibuat secara tradisional, bisa menjadi tolerable, tetapi kebanyakan merk modern menambahkan milk solid.


Produk non-dairy

Laktosa ialah zat aditif makanan komersial yang digunakan karena tekstur, rasa, serta sifat adhesifnya, dan ditemukan dalam makanan seperti daging olahan (sosis/hot dog, daging iris, pâtés), bubuk kaldu, margarin, roti iris, sereal sarapan, kripik kentang, buah kering, makanan kaleng, obat, makanan pra-saji, meal replacement (bubuk dan batangan), serta suplemen protein (bubuk dan batangan).

Produk kosher (halal) berlabel pareve bebas dari susu. Tetapi, jika huruf “D” (Dairy) tertulis di samping lingkaran “K”, atau “U”, maka makanan tersebut mungkin mengandung susu padat (walaupun juga bisa berarti bahwa produk tersebut diproduksi dengan peralatan yang digunakan juga untuk produk lain yang mengandung derivatif susu).



Rehabituasi terhadap produk dairy

Untuk individu sehat dengan secondary lactose intolerance, pada beberapa kasus, bakteri dalam usus besar dapat beradaptasi dengan perubahan diet dan memecah sebagian kecil laktosa lebih efektif dengan membiasakan mengonsumsi sejumlah kecil produk susu beberapa kali sehari selama beberapa lama. Cara ini tidak direkomendasikan bagi orang yang memiliki riwayat penyakit kronis karena beberapa penyakit tertentu merusak saluran pencernaan sedemikian rupa sehingga mencegah enzim laktase diekspresikan.

Beberapa penelitian menyatakan bahwa faktor lingkungan (khususnya konsumsi laktosa) dapat memegang peranan lebih penting daripada faktor genetik dalam etio-patogenesis intoleransi susu), tetapi publikasi lain menyatakan bahwa produksi laktase tidak dipengaruhi oleh konsumsi laktosa/susu.

Sejarah diagnosa

Dokter Yunani kuno, Hippocrates (460-370 SM), ialah yang pertama kali mengamati terjadinya sakit perut dan masalah kulit yang dialami setelah minum susu. Pasien yang mengalami gejala tersebut mungkin lactose intolerant. Namun, baru pada beberapa dekade terakhir sindrom tersebut dideskripsikan secara lebih luas oleh ilmu kedokteran modern.

Kondisi ini pertama kali dikenali pada 1950an dan 1960an saat berbagai organisasi seperti PBB mulai mengusahakan pemulihan kelaparan secara sistematik di negara-negara luar Eropa untuk pertama kalinya. Holzel et al. (1959) dan Durand (1959) mengemukakan 2 penelitian paling awal tentang lactose intolerance.

Karena yang pertama mengindustrialisasikan dan mengembangkan ilmu kedokteran modern didominasi orang-orang Eropa, konsumsi susu pada orang dewasa dianggap wajar. Orang Barat selama beberapa waktu tidak menyadari bahwa mayoritas kelompok manusia etno-genetik tidak bisa mengonsumsi produk susu waktu dewasa. Walaupun orang Eropa dan non-Eropa melakukan kontak cukup teratur sepanjang sejarah, penelitian medis skala besar belum representatif dalam hal diversitas etnis (sama halnya seperti gender dan usia) sebelum adanya American Civil Rights Movement.

Awalnya diduga bahwa bakteri usus seperti E. coli menghasilkan enzim laktase yang dibutuhkan untuk memecah laktosa menjadi monosakarida, sehingga bisa dimetabolisme dan dicerna oleh manusia. Beberapa bentuk simbiosis manusia-bakteri diajukan sebagai cara memproduksi laktase dalam saluran pencernaan manusia. Di awal tahun 1970an, teknik analisis genetik dan protein membuktikan bahwa teori tersebut salah; manusia menghasilkan enzim laktase sendiri dalam sel usus halusnya.


Sejarah prevalensi genetik

Lactose intolerance telah dipelajari untuk membantu memahami diet kuno dan perpindahan populasi pada masyarakat prasejarah. Susu yang diperah dari hewan akan meningkatkan kalori yang dapat diekstrak dari hewan, dibandingkan dengan konsumsi daging itu sendiri. Tidak heran jika konsumsi produk susu menjadi bagian penting dari gaya hidup agrikultur pada jaman neolitik. Dipercaya bahwa sebagian besar susu digunakan untuk membuat keju matang yang kebanyakan bebas laktosa.

Pengarang Roma mencatat bahwa orang Eropa bagian utara, terutama Inggris dan Jerman, meminum susu yang tidak diproses (kebalikan dari orang Roma yang membuat keju). Hal ini sangat sesuai dengan distribusi lactose intolerance di Eropa modern, dimana orang Inggris, Jerman, dan Skandinavia mempunyai toleransi yang baik, dan daerah Eropa bagian selatan, khususnya Italia, memiliki toleransi yang kurang baik.

Di Asia timur, sumber sejarah juga membuktikan bahwa orang China tidak mengkonsumsi susu, sedangkan nomaden yang tinggal di pinggiran mengonsumsi susu. Sekali lagi, hal ini mencerminkan distribusi intolerance modern. China diketahui sebagai tempat dimana toleransinya rendah, sedangkan di Mongolia dan dataran padang Asia susu kuda diminum rutin. Toleransi ini bermanfaat karena nomaden tidak menetap lama untuk dapat mengolah keju matang. Karena sumber pendapatan utama mereka dihasilkan melalui kuda, maka akan merugikan jika susu kuda tidak digunakan sebagai sumber kalori. Nomaden juga membuat minuman beralkohol yang disebut kumis dari susu kuda dimana proses fermentasinya mengurangi kandungan laktosanya.

Orang Afrika Fulani dahulu merupakan nomaden dan penggembala sapi, kambing, dan domba. Produk susu dahulu menjadi sumber nutrisi mereka, sehingga kini toleransinya cukup besar (sekitar 77%). Banyak Fulani tinggal di Guinea-Conarky, Burkina Faso, Mali, Nigeria, Niger, Cameroon, dan Chad.

Ada debat mengenai di mana dan kapan tepatnya mutasi genetik terjadi, walaupun penelitian terbaru menyatakan bahwa perubahan genetik yang memungkinkan orang Eropa dahulu mampu minum susu tanpa sakit muncul pada para peternak yang hidup sekitar 7500 tahun lalu di wilayah antara Balkan tengah dan Eropa tengah. Beberapa mengemukakan terjadinya mutasi awal di Swedia (salah satu yang memiliki level lactose intolerance terendah di dunia) dan di semenanjung Arab sekitar 4000 SM. Namun, yang lain mengajukan mutasi tunggal terjadi di Timur Tengah sekitar 4500 SM, yang kemudian menyebar. Beberapa sumber menyatakan mutasi terbaru di Afrika Timur Tutsi. Apapun waktu dan tempat yang tepat, yang jelas sebagian besar orang Eropa Utara dan India modern, seperti halnya orang Eropa dan India dahulu, menunjukkan efek mutasi ini (yaitu mampu mengonsumsi susu dengan aman sepanjang hidup mereka), sementara orang Asia Timur, Afrika sub-Sahara, dan penduduk asli Amerika serta Pulau-pulau Pasifik tidak (sehingga menjadi lactose intolerant saat dewasa). Kemampuan orang Maasai mengonsumsi susu tanpa sakit mungkin disebabkan mutasi genetik berbeda, atau mungkin karena mereka mengolah susu menjadi curd sebelum dikonsumsi sehingga menghilangkan kandungan laktosanya.

Nomenklatur

Menurut Heyman (2006), sekitar 70% populasi global tidak bisa mentoleransi laktosa saat dewasa. Oleh karena itu, timbul argumen bahwa terminologi yang ada harus dibalik, lactose intolerance merupakan hal yang normal sedangkan kelompok minoritas disebut sebagai memiliki lactase persistence. Argumen yang berlawanan menyatakan bahwa populasi yang tidak terbiasa meminum produk tanpa modifikasi tidak perlu mempermasalahkan intoleransi mereka terhadap susu, sedangkan populasi yang menganggap lactose intolerance sebagai isu diet signifikan harus mendefinisikan sendiri terminologinya.




References:

http://en.wikipedia.org/wiki/Lactose_intolerance

http://www.digestive.niddk.nih.gov

http://www.MayoClinic.com/health/lactose-intolerance

http://www.MedicineNet.com/lactose_intolerance